Selasa, 03 April 2012

Menyiapkan Generasi 2045

Posted On 07.21 by Paud Al-Fathonah 1 komentar

Oleh Dr. Bambang Indriyanto
Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud

Ketika diselenggarakan Rapat Kerja antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Komisi X pada tanggal 3 Maret 2011, Menteri Pendiidkan Nasional Prof. Muhamad Nuh membuat suatu pernyataan yang menarik untuk disimak dan direnungkan. Intinya pendidikan yang kita rencanakan sekarang adalah untuk mempersiapkan generasi yang akan berkiprash di masa depan bangsa. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) perlu untuk mendapatkan perhatian khusus karena mereka yang sekarang pada masa usia dini (2-5 tahun) akan menjadi generasi yang mengendalikan bangsa ini pada tahun 2045.
Tahun 2045 akan menjadi tonggak sejarah bangsa ini karena pada tahun itu Bangsa Indonesia memperingati 100 tahun Kemerdekaannya. Pada tahun itu, bangsa Indonesia akan sudah 100 tahun bebas dari penjajahan. Adalah suatu kewajaran atau bahkan suatu keharusan bahwa tahun 2045 itu dijadikan benchmarkuntuk menentukan kinerja bangsa ini selama seratus tahun merdeka dari penjajahan dan menentukan daya saing di arena internasional.
Sekarang kita sudah berada pada tahun 2011. Waktu yang tersisa tinggal tiga puluh lima tahun lagi. Waktu ini tidaklah lama untuk membangun suatu generasi yang siap untuk berkiprah pada tahun 2045.It’s now or never (kapan lagi kalau tidak sekarang).

Isyarat awal
Kebijakan pendidikan tidak berlangsung dalam kevakuman. Apa yang terjadi sekarang menjadi isyarat awal (precursor) bagi hasil kebijakan pendidikan ke depan. Terdapat dua isyarat awal yang akan memperngaruhi kebijakan pendidikan ke depan khususnya untuk proses mengajar mengajar di sekolah. Pertama adalah kemajuan teknologi informasi yang sudah menyentuh hampir semua bidang kehidupan manusia. Dengan adanya penerapan teknolohgi informasi pada pendidikan, kegiatan belajar mengajar tidak lagi hanya didefinisikan sebagai proses interkasi antara guru dan siswa dalam kelas, tetapi proses memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat berlangsung baik di dalam maupun di luar kelas.
Kedua adalah keterbukaan. Sebagai akibat dari globalisasi yang didukung menyebarnya teknologi informasi, praktis tiada ada yang tertutup lagi. Siswa dengan mudah mendapatkan informasi apa yang mereka kehendaki tanpa hambatan yang berarti. Informasi tersebut dapat bersifat negatif atau positif.
Kedua isyarat awal tersebut akan mempunyai pengaruh langsung dalam kebijakan pendidikan. Dipertimbangkan atau tidak, teknologi informasi dan keterbukaan akan mempengruhi pola berpikir dan perilaku siswa. Oleh karena itu, dalam pengambilan kebijakan pendidikan keduanya sudah harus secara sistematis dipertimbangkan sebagai modal awal (intial endowment) menyusun kebijakan pendidikan ke depan.
Kedua isyarat awal tersebut terutama akan berpengaruh terhadap metode mengajar di sekolah. Guru tidak akan lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan bagi siswa ketika mereka mengikuti proses belajar mengajar di ruang kelas. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator bagi siswa. Dengan peran ini guru akan melakuan dua peran yaitu mengarahkan siswa tentang apa yang harus mereka pelajari dan memotivasi siswa. Kedua guru perlu untuk terus mengembangkan pengetahuaannya agar dapat mengimbangi kemampuan siswa dan mengembangkan sikap sensitivitas terhadap perubahan yang secara dinamis terjadi baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri.

Arah kebijakan
Meskipun pendidik anak usia dini merupakn titik tolak untuk mempersiapkan generasi ke depan, namun pendidikan usia dini bukan program terminal. Keberhasilannya masih akan menempuh melalui jalan panjang yang berliku yaitu pendidikan dasar, menengah sampai dengan tinggi. Ketika jenjang pendidikan dasar, menengah, sampai dengan tinggi merupakan jalan yang terputus maka keberhasilan pada pendidikan anak usia dini tidak akan memberikan makna.
Terdapat dua strategi yang perlu ditempuh untuk menjamin keberhasilan pendidikan anak usia dini. Pertama program pendidikan anak usia dini harus merupakan program berkelanjutan dengan program pendidikan pada jenjang berikutnya (seamless). Berdasarkan pada prinsip berkelanjutan ini memberikan isyarat bahwa pada saat anak usia dini telah menyelesaikan program PAUD, program pendidikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi menyambut mereka dengan layanan pendidikan yang lebih baik mutunya. Hanya dengan cara ini anak usia dini akan dapat mengembangkan minat dan bakatnya secara optimal ketika mereka lulus perguruan tinggi menjelang tahun 2045.
Pendekatan keberlanjutan untuk menjamin mutu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar sampai dengan tinggi tidak akan terjadi secara otomatis tanpa adanya kebijakan yang integratif antar jenjang yang harus dimulai saat ini.  Kebijakan peningkatan mutu secara integratif dilakukan dengan memberikan penekanan yang sama antara PAUD sampai dengan jenjang pendidikan tinggi.

Sinkronisasi kebijakan
Sebagai salah satu bagian dari kebijakan publik, keberhasilan pelaksanaan kebijakan pendidikan tidak terlepas dari keberhasilan kebijakan publik lainnya. Faktor kemiskinan dan stabilitas politik dalam negeri, serta ketersediaan fasilitas umum yang memadai menjadi kondisi yang harus ada dulu secara mencukupi.
Kemiskinan menjadi indikator kemampuan anggota masyarakat untuk “membeli” pendidikan bagi anaknya. Pemerintah, pusat dan daerah, tidak akan mampu mengratiskan pendidikan secara menyeluruh. Subsidi yang dialokasikan oleh pemerintah hanya dapat membiayai sebagian biaya yang diperlukan oleh siswa untuk menamatkan pada jenjang pendidikan tertentu. Biaya pendidikan tidak hanya biaya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk dapat menamatkan pendidikannya orang tua masih perlu untuk menyediakan dana untuk membiayai transportasi siswa dari ruma ke sekolah, pembelian buku tulis, dan pakaian.
Di samping itu, orang tua harus menanggung biaya tidak langsung berupa hilangnya pendapatan keluarga karena anak harus hadir di sekolah untuk periode tertentu. Dalam istilah ekonomi hilangnya sebagian penghasilan keluarga ini di sebut dengan foregone earning.  Bagi orang tua dengan penghasilan tinggi, foregone eaning tidak mempunyai sumbangan yang siginfikan terhadap penghasilan keluarga. Hal ini tidak demikian halnya dengan keluarga dengan pendapatan rendah. Jika anak mengikuti kegiatan belajar mengajar secara rutin, keluarga akan kehilangan sebagian besar penghasilan keluarga.
Untuk memperkecil resiko foregone earning, terutama bagi keluarga dengan penghasilan rendah. Penyediaan lapangan kerja bagi mereka merupakan keharusan. Dengan meningkatnya penghasilan mereka tidak saja akan mengurangi beban pemerintah untuk menyediakan subsidi, seperti misalnya beasiswa miskin, tetapi juga untuk meningkatkan “daya beli” masyarakat terhadap pendidikan.
Sebagai alternatif dana subsidi pendidikan dapat dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan dengan menyediakan sarana teknologi informasi secara lebih merata kepada semua sekolah di Indonesia, serta peningkatan kompetensi guru baik yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.
Permasalahan perenial yang sampai sekarang masih dihadapi dalam upaya meningkatkan prestasi akademis siswa adalah gizi siswa. Siswa tidak dapat mencapai prestasi akademis maksimal jika asupan gizinya tidak memadai. Permasalahan ini tentu saja tidak menjadi tanggung jawab utama Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi Kementerian Kesehatan.
Stabilitas politik memang tidak secara langsung mempunyai pengaruh kepada kebijakan pendidikan. Tetapi stabilitas politik menjadi fondasi bagi kelancaran pelaksanaan kebijakan pendidikan. Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Stabilitas politik memungkinkan pihak eksekutif dan legeslatif untuk memusatkan perhatiannya bagaimana menetapkan mekanisme pelaksanaan program pendidikan secara adil dan merata dan menentukan alokasi anggarannya.
Desentralisasi sampai dengan saat ini belum memberikan indikasi terhadap terjaminnya efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan.  Koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah masih menjadi wacana yang mudah untuk diucapkan tetapi belum menjadi solusi pelaksanaan kebijakan pendidikan. Rekonsiliasi arah kebijakan pendidikan antara pemerintah pusat dan daerah belum mencapai kesepakatan. Otonomi pada tingkat pemerintah kebupaten/kota menjadi domain politik daripada domain manajemen. Dengan adanya fenomena ini penujukkan seseorang untuk menjadi kepala dinas bahkan kepala sekolah cenderung didasarkan pada aliansi politik seseorang dengan bupati/walikotayang berkuasa daripada kepala dinas atau kepala sekolah yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Sebagai konsekuensi pemerintah pusat mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikannya pada tingkat daerah. Contoh yang sedang menjadi isu saat adalah pendistribusian BOS. Dengan adanya perubahan distribusi dana BOS yang disalurkan melalui pemerintah kabupaten/kota sampai dengan saat ini tidak lebih dari tiga ratus kabupaten/kota yang telah menyalurkan dana BOS tersebut. Padahal ketika BOS masih disalurkan secara terpusat oleh Kementerian Pendidikan Nasional, bulan Maret sudah mulai melangkah pada penyaluran triwulan kedua.
Globalisasi telah menghadang mulai sekarang dan akan semakin terbuka ke masa depan. Kompetisi akan menjadi aturan main yang harus diikuti oleh setiap negara yang keberadaannya diakui oleh negara lain. Untuk dapat memenangkan kompetisi mengandalkan pada sumber daya alam tidak lagi menjadi faktor pendukung utama. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi modal utama. Pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh kemampuan warga suatu bangsa menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ke depan knowledge and technology base economy akan semakin dominan.
Pendidikan memegang peran penting untuk menghantarkan bangsa Indonesia tampil di arena global dan memenangkannya. Namun Kementerian Pendidikan Nasional tidak bisa melaksanakannya sendiri. Koordinasi berbagai sektor publik pendukung kebjakan pendidik bersama dengan komitmen antara legeslatif dan eksekutif dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah menjadi modal penting. Mari kita songsong bersama tahun 2045 yang menjadi tonggak sejarah Bangsa Indonesia.


Senin, 03 Oktober 2011

BAGAIMANA MERANGSANG KECERDASAN ANAK..?

Posted On 19.12 by Paud Al-Fathonah 0 komentar

Membentuk anak cerdas bisa dibilang susah-susah gampang, butuh pengorbanan dan kerja keras orang tua. Stimulasi anak sejak dini akan sangat membantu proses tumbuh kembangnya, terutama proses belajarnya kelak di sekolah. Stimulasi apa saja yang bisa membentuk anak cerdas?

Socrates mengatakan bahwa kesuksesan seseorang dipengaruhi oleh 1 persen kecerdasan dan 99 persen kerja keras. Ketika dilahirkan, setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, tergantung dari faktor genetiknya. Namun seiring pertumbuhannya, faktor nutrisi dan lingkungan akan lebih mendominasi ketimbang faktor genetik. Kuncinya adalah stimulasi atau rangsangan.

"Kecerdasan itu butuh rangsangan, dan ketika masih anak-anak rangsangan yang paling baik untuk kecerdasannya adalah melalui bermain dan perhatian," ujar Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ dalam seminar 'Bagaimana Membentuk Seorang Anak yang Sehat, Cerdas dan Berkualitas' yang digelar di Gedung IASTH FKUI. Tjhin mengatakan bahwa kecerdasan seseorang bisa dilihat dari banyaknya cabang-cabang dendrit yang terhubung antar sel-sel otak. Sedangkan jika dilihat dari struktur otak luar, maka semakin banyak lekuk-lekuk pada otak, semakin cerdas seorang anak.

"Tapi yang harus diwaspadai orang tua adalah ketika anak masuk masa remaja karena ketika remaja terjadi peningkatan hormon-hormon yang akan mempengaruhi sistem sarafnya. Jika remaja tidak bisa mengatasi perubahan yang terjadi dalam tubuhnya, maka ia bisa mengalami gangguan saraf dan otak, "jelas Tjhin.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat mendapatkan 1,8 persen dari anak usia sekolah mengalami kesulitan belajar, terutama membaca. Sebanyak 20 persennya disebutkan mengalami defisit neurologis yang bervariasi dari ringan sampai berat. Oleh karena itu, untuk menghindari gangguan fungsi saraf dan mencerdaskan anak, harus diberi rangsangan sejak dini yang disesuaikan dengan umurnya.imuasi

Tjhin pun memberi tips menstimulasi kemampuan otak anak di setiap tahap tumbuh kembangnya.

Usia 0-3 bulan:
  1. Berikan rasa aman dengan pelukan, menggendong, menatap, mengajak tersenyum
  2. Stimulasi pendengaran dengan membunyikan suara
  3. Stimulasi penglihatan dengan menggerakkan benda berwarna mencolok
  4. Stimulasi gerakan motorik dengan menggulingkan badan bayi ke kanan dan kiri, tengkurap, telentang.
Usia 3-6 bulan:
Bermain cilukba, ajarkan melihat wajah bayi di cermin, dirangsang duduk

Usia 6-9 bulan:
Ajarkan panggil nama, salaman, tepuk tangan, baca dongeng, rangsang berdiri


Usia 9-12 bulan:
Mengulang-ulang kata, menyebut mama, papa, kakak, belajar memasukkan mainan ke dalam wadah, minum dari gelas, menggelinding bola, latihan berdiri, jalan berpegangan.

Usia 12-16 bulan:
Latihan corat-coret pensil warna, susun balok, puzzle, bermain dengan boneka, jalan mundur, panjat tangga, tendang bola, lepas celana.

Usia 18-24 bulan:
Tunjuk bagian tubuh, sebuut nama binatang atau benda, ajak bicara kegiatan sehari-hari, latihan gambar garis, cuci tangan, melompat, pakai baju dan celana sendiri.

Usia 2-3 tahun:
Menyebut kata sifat, menghitung benda, sikat gigi sendiri, masak-masakan, berdiri satu kak, buang air kecil atau besar sendiri

Usia 3 tahun ke atas:
Persiapan sekolah, memegang pensil dengan baik, berhitung sederhana, mandiri, berbagi dengan teman

"Pastikan anak mendapatkan semua rangsangan itu kalau ingin cerdas. Satu lagi, kalau anak perempuan coba ajarkan balet karena kegiatan sangat bagus dalam menggabungkan semua stimulasi, baik visual, audio, kinestetik dan motorik," ujar Tjhin.

Sumber : paud-naelulmuna.blogspot.com


Tahun 2011 Ditetapkan Sebagai Tahun PAUD

Posted On 18.45 by Paud Al-Fathonah 0 komentar

BANDUNG,(PRLM).-Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menetapkan tahun 2011 sebagai tahun Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baik formal maupun non formal. Kemendiknas membentuk Dirjen PAUD Nonformal dan Informal (NI) dan keberpihakan anggaran yang lebih besar.
"Kemendiknas memandang strategis PAUD baik formal yakni TK/RA maupun non foormal yaitu TPA, TKA, kelompok bermain, atau satuan sejenis. PAUD untuk usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan anak," kata Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdauaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar. Biasa (P4TK TK dan PLB). Drs. E. Nurzaman, M.M, M.S-, di ruang kerjanya, jumat (26/8).

Apabila tahun-tahun sebelumnya P4TK TK dan PLB hanya membina para guru TK, maka mulai tahun ini harus membina guru PAUD non formal. "Kalau guru-guru TK sudah memiliki standard maupun sertifikasi gurunya, sedangkan guru PAUD non formal belum ada standardnya sehingga kami sedang berusaha keras mengembangkan PAUD non formal," katanya.

Untuk tahun ini P4TK TK dan PLB menargetkan pembinaan untuk 10.000 guru PAUD formal dan non formal. "Pembinaan berupa workshop untuk seluruh Indonesia dengan dana sharing antara pemerintah dan masyarakat. Sampai saat ini kami sudah dan akan memberikan workshop untuk Banten, Jawa Barat, Sumatera Barat. Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Bali," katanya.

Dengan adanya pembinaan para guru PAUD nonformal diharapkan bisa meningkatkan mutu lembaga pendidikannya. "Kita mafhum dengan guru-guru PAUD non formal belum semuanya berlatar belakang guru malah lebih banyak dari tokoh masyarakat atau kaum ibu yang peduli. Tugas kami untuk meningkatkan mutu mereka," katanya.

Sumber : www.pikiran-rakyat.com/